Karangan Ilmiah, Non Ilmiah, dan Semi Ilmiah (Populer)

 

  1. Karangan Ilmiah

Karangan ilmiah adalah biasa disebut karya ilmiah, yakni laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.
Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil, tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu, makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis oleh para pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian.
Tujuan karya ilmiah, antara lain:

  • Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
  • Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi penghasil (produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah penyelesaian studinya.
  • Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat membacanya.
  • Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk karya ilmiah setelah yang bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari jurusannya.
  • Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.

Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:

  • Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;
  • Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
  • Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
  • Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis;
  • Memperoleh kepuasan intelektual;
  • Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;
  • Sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya
  1. Karangan Non Ilmiah

 

Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).
Ciri-ciri karya tulis non-ilmiah, yaitu:

  • Ditulis berdasarkan fakta pribadi,
  • Fakta yang disimpulkan subyektif,
  • Gaya bahasa konotatif dan populer,
  • Tidak memuat hipotesis,
  • Penyajian dibarengi dengan sejarah,
  • Bersifat imajinatif,
  • Situasi didramatisir,
  • Bersifat persuasif.
  • Tanpa dukungan bukti

Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah, yaitu:

  • Dongeng
  • Cerpen
  • Novel
  • Drama
  • Roman
  1. Karangan Semi Ilmiah (Populer)

 

Karya tulis semi ilmiah merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan yang ditulis dengan bahasa konkret dan formal, kata-katanya teknis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan kebenarannya. Karya tulis ini juga merupakan sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannya tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering dimasukkan dalam kary tulis ini. Karya tulis semi ilmiah biasanya digunakan dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.

Perbedaan Karya Ilmiah dengan Nonilmiah

 

Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek.

  1. Karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau observasi.
  2. Karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi.
  3. Dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.

Selain karya ilmiah dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semiilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semiilmiah ini dengan karangan ilmiah dan nonilmiah. Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semiilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semiilmiah bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semiilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah umum daripada istilah-istilah khusus. Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semiilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris) yang tidak selalu terdapat pada karangan semiilmiah.
Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semiilmiah antara lain artikel, feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.
Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat, antara lain :

  1. Emotif : merupakan kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi
  2. Persuasif : merupakan penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative
  3. Deskriptif : merupakan pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan
  4. Jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

Perbedaan Karya Ilmiah dengan Semi ilmiah

 

“Kecermatan dalam berbahasa mencerminkan ketelitian dalam berpikir” adalah slogan yang harus dipahami dan diterapkan oleh seorang penulis. Melalui kecermatan bahasa gagasan atau ide-ide kita akan tersampaikan. Oleh karena itu, penguasaan bahasa amat diperlukan ketika Anda menulis.
Bahasa dalam karangan ilmiah menggunakan ragam bahasa Indonesia resmi. Ciri-ciri ragam resmi yaitu menerapkan kesantunan ejaan (EYD/Ejaan Yang Disempurnakan), kesantunan diksi, kesantunan kalimat, kesantunan paragraph, menggunakan kata ganti pertama “penulis”, bukan saya, aku, kami atau kita, memakai kata baku atau istilah ilmiah, bukan popular, menggunakan makna denotasi, bukan konotasi, menghindarkan pemakaian unsur bahasa kedaerahan, dan mengikuti konvensi penulisan karangan ilmiah.
Terdapat tiga bagian dalam konvensi penulisan karangan ilmiah, yaitu bagian awal karangan (preliminaries), bagian isi (main body), dan bagian akhir karangan (reference matter).
Berbeda dengan karangan ilmiah, bahasa dalam karangan semiilmiah/ilmiah popular dan nonilmiah melonggarkan aturan, seperti menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dan figurative, menggunakan istilah-istilah yang umum atau popular yang dipahami oleh semua kalangan, dan menggunakan kalimat yang kurang efektif seperti pada karya sastra.

Sumber:

  1. http://ami26chan.wordpress.com/2011/03/08/karya-non-ilmiah/
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/
  3. http://rachmandianto.blog.com/2011/05/25/tulisan-%E2%80%9Cperbedaan-karangan-ilmiah-semi-ilmiah-dan-non-ilmiah%E2%80%9D/
  4. http://nadiachya.blogspot.com/2012/04/perbedaan-antara-karangan-ilmiah-non.html

 

Berpikir Induktif

 

  1. Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.

Contoh : Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)

Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut.

  1. Generalisasi

Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.

Contoh:

Jika dipanaskan, besi memuai.

Jika dipanaskan, tembaga memuai.

Jika dipanaskan, emas memuai.

Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.

benar atau tidak benarnya dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.

1)      Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar simpulan yang diperoleh.

2)      Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar.

3)      Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.

  1. Macam – macam generalisasi
  • 1) Generalisasi sempurna

Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penimpulan diselidiki. Generalisasi macam ini memberikan kesimpilan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tetap saja yang belum diselidiki.

  • 2) Generalisasi tidak sempurana

Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkakn kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.

  1. Analogi

Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.

Contoh:

Nina adalah lulusan akademi A.

Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Ali adalah lulusan akademi A.

Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.

1)      Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.

2)      Analogi diakukan untuk menyingkapkan kekeliruan.

3)      Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.

  1. Hubungan Kausal

Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut.

  • Sebab-Akibat

Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.

Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah sakah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.

  • Akibat-Sebab

Akibat-Sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi kedokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.

  • Akibat-Akibat

Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut.

Ketika pulang dari pasar, Ibu Sonya melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah.

Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini.

Hujan               menyebabkan tanah becek

(A)                                                                                    (B)

Hujan               menyebabkan kain jemuran basah

(A)                                                                                    (C)

Dalam proses penalaran “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristitwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan

Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.

(B)

REFERENSI :

http://taufiqrachmanug25.blogspot.com/2011/10/penalaran-deduktif-dan-induktif.html

http://rezadnk.wordpress.com/2011/03/12/tugas-softskill-bhs-indonesia/

Berpikir Deduktif

 

  1. Penalaran Deduktif

Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit. Contoh : Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan   (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.

Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.

  1. Menarik Simpulan secara Langsung

Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.

Misalnya:

1)       Semua S adalah P. (premis)

Sebagian  P adalah S. (simpulan)

Contoh:

Semua ikan berdarah dingin. (premis)

Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)

2)      Tidak satu pun S adalah P. (premis)

Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)

Contoh:

Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)

Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)

3)      Semua S adalah P. (premis)

Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)

Contoh:

Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)

Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)

4)      Tidak satu pun S adalah P. (premis)

Semua S adalah tak-P. (simpulan)

Contoh:

Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)

Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)

5)      Semua S adalah P. (premis)

Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)

Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)

Contoh:

Semua gajah adalah berbelalai. (premis)

Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)

Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)

  1. Menarik Simpulan secara Tidak Langsung

Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.

Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.

Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.

  1. Silogisme Kategorial

Yang dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.

Contoh:

Semua manusia bijaksana.

Semua polisi adalah bijaksana.

Jadi, semua polisi bijaksana.

Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.

Contoh:

Semua manusia tidak bijaksana.

Semua kera bukan manusia.

Jadi, (tidak ada kesimpulan).

Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.

  1. a) Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah.

Contoh:

Semua atlet harus giat berlatih.

Xantipe adalah seorang atlet.

Xantipe harus giat berlatih.

Term mayor            =          Xantipe.

Term minor =          harus giat berlatih.

Term penengah       =          atlet.

Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.

Contoh:

Gambar itu menempel di dinding.

Dinding itu menempel di tiang.

Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.

  1. b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
  2. c) Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.

Contoh:

Semua semut bukan ulat.

Tidak seekor ulat pun adalah manusia.

  1. d) Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.

Contoh:

Tidak seekor gajah pun adalah singa.

Semua gajah berbelalai.

Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.

  1. e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.

Contoh:

  1. f) Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.

Contoh:

Sebagian orang jujur adalah petani.

Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.

Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

  1. g) Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.

Contoh:

Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.

Sebagian pemuda adalah mahasiswa.

Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.

  1. h) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.

Contoh:

Beberapa manusia adalah bijaksana.

Tidak seekor binatang pun adalah manusia.

Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

  1. Silogisme Hipotesis

Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.

Kalau premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulan juga menolak konsekuen.

Contoh:

Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.

Besi dipanaskan.

Jadi, besi memuai.

Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.

Besi tidak dipanaskan.

Jadi, besi tidak akan memuai.

  1. Silogisme Alterntif

Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.

Contoh:

Dia adalah seorang kiai atau profesor.

Dia seorang kiai.

Jadi, dia bukan seorang profesor.

Dia adalah seorang kiai atau profesor.

Dia bukan seorang kiai.

Jadi, dia seorang profesor.

  1. Entimen

Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.

Contoh:

Semua sarjana adalah orang cerdas.

Ali adalah seorang sarjana.

Jadi, Ali adalah orang cerdas.

Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.

Beberapa contoh entimen:

Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.

Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.

REFERENSI :

Penalaran Ilmiah

  • Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif.

  • Proposisi

Proposisi adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.

Dalam ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:

  1. Subyek, perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang, benda, tempat, atau perkara.
  2. Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek.
  3. Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat.

Contohnya kalimat Semua manusia adalah fana. Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana.

Jenis-jenis proposisi :

  1. Bentuk
  2. Sifat
  3. Kualitas
  4. Kuantitas

  1. Bentuk

Dibagi menjadi 2, yaitu :

– Tunggal : kalimat yang terdiri dari 1 subjek dan 1 predikat

contoh :

Semua ibu menghasilkan asi

– Majemuk : Kalimat Proporsisi yang terdiri dari 1 subjek dan lebih dari 1 predikat

contoh :

Semua orang yang ingin masuk surga maka harus rajin beribadah dan berbuat baik kepada sesama

  1. Sifat

Dibagi menjadi 3, yaitu :

– Kategorial : proporsisi hubungan antara subjek dan predikatnya tidak ada syarat apapun

contoh : Semua kambing adalah herbivora.

– Kondisional : proporsisi yang hubungannya subjek dan predikat membutuhkan persyaratan tertentu. Biasanya diawali :jika, apabila, walaupun, seandainya

contoh : jika susi wanita maka akan menikah dengan rudi

~kondisional dibagi menjadi 2, yaitu :– Hipotesis yaitu dugaan yang bersifat sementara.

Contoh : Jika susi rajin belajar maka dia akan pintar.

– Disjungtif yaitu memiliki 2 predikat dan predikatnya alternatif.

contoh : Wanita itu sudah menikah apa belum.

  1. Kualitas

Yang terdiri dari :

– Afirmatif (+) : proporsisi dimana predikatnya membenarkan subjek

contoh : Semua kucing pasti mempunyai ekor

– Negatif (-) : proporsisi dimana predikatnya menolak subjek

contoh : Tidak ada kucing yang tidak memiliki ekor

  1. Kuantitas / Proporsisi Universal : proposisi yang predikatnya mendukung atau mengingkari subjeknya

contoh : Tidak ada satupun mahasiswa yang tidak memiliki NPM.

  • Inferensi dan Implikasi
  • Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).  Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis. Inferensi terbagi menjadi 2, diantaranya Inferensi langsung dan Inferensi tidak langsung.
  • Inferensi Langsung

Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.

Contoh:

“Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.

Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.

  1. Inferensi Tidak Langsung

Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.

Contoh :

  1. Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
  2. Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa. Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
  3. Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.

Contoh yang lain :

  1. Saya melihat ke dalam kamar itu.
  2. Plafonnya sangat tinggi.

Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:

  1. kamar itu memiliki plafon.
  2. Implikasi

Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“. Implikasi adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika sebab bernilai benar DAN akibat bernilai salah. Untuk lebih jelasnya kita lihat tabel kebenaran berikut:

Tetapi kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.

Contoh:

“Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”

kalimat diatas tidak akan sama dengan :

“Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”

  • Wujud Evidensi

Wujud evidensi Adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan.

Kita mungkin mengartikannya sebagai “cara bagaimana kenyataan hadir” atau perwujudan dari ada bagi akal”. Misal Mr.A mengatakan “Dengan pasti ada 301.614 ikan di bengawan solo”, apa komentar kita ? Tentu saja kita tidak hanya mengangguk dan mengatakan “fakta yang menarik”. Kita akan mengernyitkan dahi terhadap keberanian orang itu untuk berkata demikian.

Tentu saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai “kepastian”, Tentu saja kemungkinan untuk benar tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan persetujuan kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan tersebut.

Sebaliknya, kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, “Ada tiga jendela di dalam ruang ini,” persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.

Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.

  • Cara Menguji Data

Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.

  1. Observasi
  2. Kesaksian
  3. Autoritas
  • Cara menguji fakta

Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.

  1. Konsistensi
  2. Koherensi
  • Cara menilai autoritas

Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.

  1. Tidak mengandung prasangka
  2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
  3. Kemashuran dan prestise
  4. Koherensi dengan kemajuan

 

REFRENSI :

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran

http://deking.wordpress.com/2007/12/05/implikasi-biimplikasi-kehidupan/

http://m-eko-febrianto.blogspot.com/2010/11/penalaran-deduksi-dan-induksi.html

http://ismayadefi.blogspot.com/2011/11/makalah-bahasa-indonesia-penalaran.html